Konten [Tampil]
Begini jadinya seni Bantengan di tangan Andjani Sekar Arum
Warga Jawa Timur pasti mengenal pertunjukan Bantengan. Kesenian tradisional ini berkembang di awal tahun 1960-an di sekitar Mojokerto, Malang dan Batu. Seperti namanya, kesenian ini meniru hewan Banteng sebagai bentuk ekspresinya. Dengan mengenakan jubah hitam dan topeng kepala banteng lengkap dengan tanduknya, dua orang penari bergerak mengikuti irama tak ubahnya seperti seekor banteng, baik gerak maupun lagkahnya.
Iringan musik yang khas dengan melodi yang menghentak diiringi gerakan banteng yang trengginas seolah olah akan menyeruduk apapun yang ada di depannya membuat pertunjukan ini menarik. Konon katanya penari mengalami kesurupan, sehingga tak heran kalau gerakannya sangat bertenaga dan tak mengenal lelah.
Belakangan, bantengan makin terkenal dengan nama mBerot. Hal ini ta lepas dari gerakan banteng yang mberot atau seolah-olah berontak seperti hendak melepaskan diri. Bahkan dua tahun terakhir mberot atau bantengan menjadi tontonan favorit yang hampir bisa ditemui setiap hari di seantero Malang dan Batu.
Kesenian ini sudah menjadi kesenian rakyat di daerah Batu khususnya Bumiaji. Hampir setiap RW atau kampung memiliki kelompok kesenian banteng sendiri. Mulai dari anak-anak hingga orang dewasa menjadi bagian dari pertunjukan ini. Munculnya berbagai kelompok seni ini tentunya menggembirakan karena tak perlu mengkhawatirkan kelestariannya, namun di lain sisi ada hal lain yang perlu dipikirkan, yaitu keaslian pertunjukan itu sendiri.
Keresahan inilah yang dirasakan oleh Andjani Sekar Arum. Sebagai generasi muda yang memiliki darah seni, rasanya tidak bisa membiarkan kesenian yang penuh nilai adi luhung harus keluar dari pakemnya.
Itulah sebabnya berangkat dari keresahan itu Andjani Sekar Arum mendirikan komunitas bantengan Bocil hingga membuatnya dikenal sebagai Ibunya bantengan
Bantengan Bocil
Komunitas yang berdiri sejak tahun 2023 ini mewadahi anak-anak untuk belajar dan memahami bantengan sebagai sebuah kesenian yang memiliki filosofi warisan leluhur. Tak sekadar olah gerak melainkan juga olah rasa bahwa seni itu memiliki nilai-nilai yang bisa diterapkan dalam kehidupan sehari-hari seperti gotong royong dan keberanian.
Melalui bantengan bocil ini diharapkan dapat mengubah stigma masyarakat yang selama ini menganggap bantengan itu identik dengan kesurupan. Dengan demikian nantinya bantengan yang berkembang di masyarakat adalah benar-benar kesenian yang orriginal tanpa embel-embel negatif.
Saya menjadi salah satu orang beruntung yang menyaksikan secara langsung parade bantengan bocil nuswantoro yang digelar pada bulan Juli lalu. Pada acara tersebut berbagai kelompok bantengan bocil hadir dari seluruh penjuru Kabupaten Malang. Para bocil ini benar-benar melakukan persiapan matang untuk mengikuti parade ini dengan latihan yang cukup intensif beberapa waktu sebelumnya.
Melalui satu acara ini saja saya dapat melihat betapa banyak orang yang ikut terlibat di dalamnya. Para pengrajin topeng bantengan, pembuat kostum, usaha konveksi berupa kaos, pedagang yang ikut meramaikan parade adalah sebagian dari orang-orang yang menddapatkan keuntungan dari terselenggaranya Parade Bantengan Bocil Nuswantoro ini. Beluum lagi orang-orang lain yang bekerja di belakang layar lainnya.
Padahal jauh sebelumnya, Andjani Sekar Arum telah menjadi bagian pelestarian kesenian bantengan meskipun dalam bentuk lain, yaitu batik Banteng Agung.
Andjani Sekar Arum dan Batik Banteng Agung
Terlahir menjadi seorang seniman lukis yang menghiduupkan kembali kesenian bantengan di Batu dan sekitarnya, Andjani tergerak untuk mengabadikan kesenian Bantengan dalam karya batiknya. Pada tahun 2014 pameran pertama digelar dengan memamerkan 54 lembar kain batik yang dibuatnya selama beberapa waktu. Pameran perdana ini berlaangsung di Galeri Raos Kota Batu.
Ddua bulan setelahnya, Andjani diajak untuk melakukan pameran di kota Praha, Republik ceko. Karena waktu yang sangat mepet, Andjani hanya sanggup membuat 10 lembar kain. Hal ini dikarenakan sulitnya menemukan pembatik yang berkualitas.
Hal itulah yang menjadi salah satu pendorong Andjani untuk menyalurkan ilmunya ke lebih banyak orang. Berawal dari satu orang anak yang belajar membatik, hingga akhirnya akhir tahaun 2017 ada 58 anak yang belajar membatik dan 28 orang di antara mereka menjadi pembatik aktif.
Sanggar batik Banteng Agung setiap bulannyaa memproduksi kurang lebih 45 lembar kain batik. Kain-kain tersebut dijual antara Rp 300.000-750.000. Dari setiap penjualan, Andjani hanya meengaambil keuntungan sebesar 10% saja selebihnya untuk membeli peralatan dan diberikan kepada pembatik. Tak hanya melestarikan budaya, kiprah Andjani juga menyejahterakan para pembatik-pembatiknya.
Berkat kegigihannya dalam membesarkan batik Banteng Agung inilah yang membuat Andjani menerima penghargaan SATU Indonesia Awards tingkat Nasional untuk kategori kewirausahaan pada tahun 2017.
Ajang ini merupakan penghargaan yang diberikan oleh PT Astra Internasional Tbk kepaada para anak muda yang memiliki kontribusi besar terhadap kemajuan daerahnya dan dapat menjadi inspirasi baagi pemuda lainnya.
Saat ini kain batik produksi Andjani Batik Galleri dapat dijumpai dalam berbagai bentuk pakaian dengana beragam gaya. Saya melihat sendiri betapa hasil produksinya memang apik, terlihat elegan dan berkelas.
Nah itulah, jika darah seni sudah mengalir dalam diri seorang Andjani Sekar Arum. Dia bisa menambahkan nilai tentang apapun yang ada di depannya yang manfaatnya bahkan bisa dirasakan oleh banyak orang.
#APA2025-PLM