Akhir-akhir ini sering kali kita membaca artikel yang berseliweran di media sosial yang menyebutkan bahwa Indonesia termasuk dalam negara yang Fatherless Country. Apa itu Fatherless country? Fatherles country artinya adalah negara yang kehilangan peran ayah dalam pengasuhan dan tumbuh kembang anak. Tidak adanya peran serta ayah baik secara fisik maupun psikologis dalam mendidik anak ini juga disebut dengan Father Hunger.
Hilangnya peran ayah dalam pola asuh anak ini bisa terjadi karena beberapa hal, diantaranya pola asuh patrilineal yaitu pola asuh yang menekankan bahwa hanya ibulah yang wajib mengasuh anak. Faktor kesibukan juga bisa menjadi salah satu pendorong fatherless. Kebutuhan sehari-hari yang menyita waktu sehingga sang ayah tidak memiliki waktu lagi untuk memberikan waktu yang berkualitas bagi anak.
Selain itu, perceraian orang tua yang tidak diikuti dengan komunikasi yang baik juga dapat memunculkan fatherless ini. Pada kondisi anak yang ayahnya meninggal, fatherless dapat dihindari jika ada sosok ayah yang menggantikan, misalnya saja paman atau kakek.
Saat ini Indonesia menduduki peringkat ke tiga Fatherless Country, sebuah data yang menyedihkan mengingat dampak dari kurangnya peran ayah dalam pengasuhan ini sangat signifikan dalam perkembangan anak.
Beberapa kecenderungan yang terjadi pada anak jika kehilangan sosok ayah dalam pengasuhannya antara lain :
1. Merasa tidak aman secara fisik dan emosional dan memiliki konsep diri yang buruk.
2. Memiliki masalah dengan perilaku dan kejiwaan.
3. Tidak merasa bahagia dan memiliki kecemasan dan perasaan takut.
4. Kemampuan akademik yang buruk.
5. Melakukan kenakalan remaja.
6. Penyalah gunaan narkoba dan obat terlarang.
7. Memiliki pergaulan bebas.
8. Memiliki hubungan yang rumit di masa depan dan bagi anak perempuan tidak memiliki kemampuan untuk mencari sosok pendamping yang tepat.
Banyak sekali dampak yang bisa dirasakan anak karena kehilangan sosok ayah ini. Marilah kita cermati lingkungan sekitar kita atau melalui berita yang beredar. Apakah banyak kejadian yang merujuk pada poin-poin di atas, jika kita banyak menemuinya maka fakta bahwa negara kita termasuk dalam fatherless country itu nyata adanya.
Namun demikian akan selalu ada harapan. Dimana akhir-akhir ini saya sering menyaksikan baik yang saya jumpai dalam kehidupan sehari-hari atau melalui media sosial bahwa banyak keluarga muda yang menyadari pentingnya kehadiran anak dalam mendidik anak. Hal ini tak lepas dari massivenya informasi dari media sosial tentang pentingnya kehadiran ayah dalam tumbuh kembang anak.
Saya sempat tersentuh dan tergelitik ketika menyaksikan sebuah video yang diproduksi oleh Generos. Dalam video tersebut menceritakan sebuah keluarga kecil dengan satu anak yang sudah kehilangan bundanya. Sang ayah begitu perhatian terhadap putrinya. Dialah yang merawat dan mempersiapkan segala kebutuhan sang putri. Sedangkan sang putri nampak tumbuh dengan sehat dan memiliki kepedulian tinggi yang ditunjukkan melalui kemurahan hatinya saat membelikan makanan pada seorang anak pemulung.
Namun demikian, sang putri tetap merindukan kehadiran sang bunda. Disinilah saya merasa pilu namun sedikit tergelitik. Karena saking tingginya keinginan sang ayah, untuk tetap menghadirkan sosok Bunda dalam kehidupan putrinya, sang ayah rela berdandan menyerupai sang Bunda.
Melihat raut sang putri saya turut merasakan kerinduan itu, namun begitu melihat sang ayah saya jadi merasa sedih. Memang sosok Bunda sangat dirindukan, namun bukan berarti sang ayah harus berdandan seperti sang ibunda. Menjadi sosok pengganti Bunda bukanlah menjadi Bunda sepenuhnya.
Peran Bunda dapat diberikan ayah melalui perhatian, interaksi, dan mendengarkan segala keluh kesah anak agar anak memiliki keseimbangan mental dan emosional. Ayah pun dapat menerapkan kedisiplinan yang biasanya dilakukan oleh ibunda melalui pola hidup yang teratur dan bangun karakter tenang anak dengan memberikan mereka perasaan aman dan nyaman.
Selain menjadi pengganti Bunda, ayah juga bisa memaksimalkan perannya menjadi seorang ayah. Misalnya dengan menjadi role model untuk meraih prestasi, mendorong untuk bersikap berani untuk mengambil resiko dan merangsang anak beraktivitas fisik dan berpikir logis.
Walaupun memiliki kekurangan namun video dari Generos ini memberikan harapan bahwa di waktu yang akan datang kesadaran akan pentingnya kehadiran ayah dalam pengasuhan anak akan meningkat. Dengan demikian negara kita tercinta ini tak lagi menjadi Fatherless country.
Sebenarnya saya merasa tak pantas mengomentari video tersebut, karena saya sendiri belumlah menjadi orang tua yang sempurna, namun ada kalanya keresahan itu perlu diutarakan karena bisa jadi bahan pemikiran bagi orang lain. Bagaimanapun saya salut dengan usaha sang ayah yang ingin menjadi orang tua sepenuhnya. Bagaimana dengan kita? Mampukah kita menjadi orang tua sepenuhnya?