Lemaripojok Sebuah blog tentang lifestyle dan review

Beberapa waktu lalu saya berbincang dengan seorang ibu. Beliau mengantarkan anaknya untuk mengikuti seleksi disalah satu instansi. Biasanya tes semacam ini tidak hanya membutuhkan waktu sehari atau dua hari, terkadang sampai satu minggu atau lebih.

Bagi para peserta seperti ibu tersebut yang berasal dari luar kota, mencari tempat bermalam yang tepat adalah salah satu tantangan tersendiri. Pasalnya, setiap tempat menginap memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing.

Berikut ini beberapa jenis tempat menginap yang bisa dipertimbangkan untuk momen-momen seperti ini dengan beberapa kelebihan dan kekurangannya :

1. Hotel

Menginap di hotel, mungkin adalah alternatif yang pertama kali terpikirkan oleh kita ketika harus bermalam di luar kota. Yang jelas, menginap di hotel kita tak akan meragukan lagi soal kenyamanan dan keamanan. Namun perlu dipikirkan juga apakah sesuai dengan budget, karena menginap di hotel jelas dihitung per malam dengan harga yang terbilang lebih mahal.

2. Losmen

Losmen bisa menjadi salah satu alternatif, kelemahannya adalah dengan harga yang lebih terjangkau tentunya berbeda pula fasilitas yang diberikan. Mungkin ada losmen yang memiliki fasilitas lebih lengkap tapi tentu saja sepadan dengan harganya. Dan seperti halnya hotel, losmen juga dihitung perkamar dan permalam.

3. Kos

Saat ini pemilik kos-kosan semakin pintar melirik peluang. Untuk menjaring pengguna, para pemilik berlomba-lomba memberikan fasilitas lengkap. Jadi jangan heran kalau ada kos- kosan yang memiliki fasilitas shower  dengan  water heater, mesin cuci, kulkas bersama,  dapur, AC, hingga layanan kebersihan kamar. Tentu saja semakin banyak fasilitas yang ditawarkan, harganya pun semakin mahal. 

Tersedianya dapur menjadi salah satu keuntungan tersendiri, namun karena dapur bersama, pastikan Anda juga harus mau berinteraksi langsung dengan penghuni kos lainnya.

Perhatikan juga di awal, bagaimana skema sewa kos yang ditawarkan. Apakah harian, mingguan ataukah bulanan? Ada lho, kos-kosan yang harus membayar sewa satu bulan meskipun hanya ditempati selama satu minggu. Pastikan di awal ya agar tidak terjadi kesalah pahaman nantinya.

4. Apartemen

Saat ini, apartemen tidak hanya kita temui di kota besar loh. Beberapa apartemen memang sengaja tidak untuk ditinggali sendiri melainkan untuk disewakan. Banyak sekali keuntungan yang akan Anda rasakan jika memilih untuk menyewa apartemen, seperti

A. Tersedia beberapa macam tipe, seperti studio, dua kamar atau tiga kamar lengkap dengan pantry/ dapur. 

B. Fully Furnished, tentu saja salah satu kelebihan sewa apartemen adalah lengkap dengan segala perabotannya. Anda bisa memasak tanpa harus bertemu dengan penyewa lainnya karena satu unit apartemen sudah lengkap dengn dapurnya.

C. Fasilitas lengkap. Menyewa apartemen sudah tentu anda bisa menikmati segala fasilitas yang tersedia di kawasan apartemen tersebut seperti gym, jogging track, kolam renang dan lain-lain.

D. Lokasi strategis dan mudah dijangkau kendaraan umum. Salah satu nilai yang menjual dari apartemen adalah lokasinya yang strategis dan mudah dijangkau oleh transportasi umum. Apartemen seringkali berada dekat dengan sarana pendidikan, kesehatan, hiburan dan saran umum lainnya.

E. Sistem keamanan terjamin. sebagai kawasan yang terintregrasi, apartemen dilengkpi dengan sistem keamanan yang lebih baik. Selain penjaga keamanan, aartemen juga dilengkapi dengan kamera pengawas yang tersedia di beberapa titik. Kapanpun kita membutuhkan bantuan, para satuan pengamanan akan selalu siap membantu.

F. Bisa patungan. 

G. 

H. Waktu sewa fleksibel. Ada apartemen yang bisa disewa jangka pendek dan ada pula yang bisa disewa jangka panjang. Untuk jangka pendek, ada pilihan sewa harian, bulanan, tiga bulanan maupun enam bulanan. Sedangkan jangka penjang jika apartemen disewa tahunan.

Kelebihan sewa apartemen jangka pendek bagi penyewa adalah penyewa bisa segera pindah tapa harus menunggu lama jika menemukan ketidak cocokan dengan apartemen yang sekarang. Sewa apartemen harian, sewa apartemen bulanan atau sewa apartemen jangka pendek lainnya sangat cocok bagi Anda yang sekedar transit atau tidak berniat tinggal cukup lama di kota tersebut.

Kekurangan sewa apartemen jangka pendek, adalah harganya yang cenderung lebih mahal jika dikonversikan dengan sewa apartemen tahunan.

Kelebihan sewa apartemen jangka panjang atau sewa apartemen tahunan bagi penyewa yaitu harga lebih murah dan tidak lagi dipusingkan dengan biaya sewa selama setahun kedepan. Kekurangan sewa tahunan yaitu, jika ada ketidak cocokan anda harus bisa bertahan hingga waktu sewa habis atau Anda beresiko kehilangan uang sewa jika memutuskan untuk pindah. Tertarik dengan info tentang apartemen lainnya? Anda bisa langsung mengunjungi situs Apartemen 123 untuk informasi lebih lengkap

Nah itulah beberapa keuntungan dan kekurangan dari beberapa jenis penginapan atau tempat tinggal sewaan yang bisa anda jadikan bahan pertimbangan. Pastian Anda menyewa sesuai dengan kebutuhan seperti berapa waktu yang Anda butuhkan, berapa orang yang akan ikut tinggal dan berapa budget yang Anda miliki. 

Kalau ngomongin perawatan wajah, tren thread lift alias tarik benang memang sedang jadi perbincangan hangat.

Banyak perempuan modern yang mempertimbangkan melakukan perawatan wajah menggunakan metode ini, terutama bagi yang ingin tampil segar dan awet muda tanpa harus operasi.

Apakah kamu termasuk salah satunya? Kalau iya, ayo cari tahu tentang apa itu thread lift secara lengkap di artikelku kali ini beserta rekomendasi klinik thread lift di Jakarta yang worth it banget.

Bagi banyak pelajar dan pekerja muda, hidup di kos merupakan pengalaman pertama tinggal jauh dari keluarga, seperti yang dijalani oleh kedua anak saya saat ini. Demi menuntut ilmu mereka rela berjauhan dari keluarga, meskipun tidak terlalu jauh sih, masih di seputaran Kabupaten dan Kota Malang. Sebagai orang tua yang melepas anak-anak untuk ngekos rasanya masih belum percaya kalau mereka sudah cukup besar untuk itu. Namun begitu mengingat pengalaman saya dahulu yang juga ngekos di usia yang sama, barulah saya agak tenang dan yakin mereka bisa menjalaninya.

Meski terdengar menyenangkan karena bisa menikmati kebebasan, kenyataannya hidup di kos juga penuh tantangan yang menuntut kemandirian dan kemampuan beradaptasi.

Tantangan yang Dihadapi Anak Kos

1. Harus Bisa Manajemen Keuangan dengan Ketat

Salah satu tantangan utama menjadi anak kos adalah mengatur keuangan. Uang bulanan dari orang tua atau gaji pertama harus dibagi untuk berbagaii macam keperluan seperti sewa kos, makan, transportasi, pulsa, dan kebutuhan lain. Tanpa diikuti manajemen yang baik, uang bisa habis sebelum akhir bulan. Akibatnya, banyak anak kos akhirnya harus “makan seadanya” di akhir bulan atau meminjam uang dari teman untuk bertahan hidup.

2. Harus Mampu Mengatur Waktu dan Mendisiplinkan Diri

Tinggal di kos berarti tidak bisa lagi bergantung pada orang tua untuk membangunkan di pagi hari, belajar, atau tidur tepat waktu. Kebebasan ini bisa bermata dua, yaitu menjadi sebuah kemerdekaan atau menjadi bumerang jika tidak diimbangi dengan disiplin. Banyak anak kos yang terlena dengan waktu luang, sehingga menunda pekerjaan, atau terlalu sering begadang, yang akhirnya berdampak pada kesehatan dan performa akademik atau kerja.

3. Harus Bisa Hidup Mandiri dan Mengurus Diri Sendiri

Tantangan berikutnya adalah harus mengurus segalanya sendiri, mulai dari mencuci baju, setrika,  membersihkan kamar, hingga memasak (bagi yang tidak membeli makanan di luar). Kegiatan-kegiatan yang sebelumnya dilakukan oleh orang tua kini menjadi tanggung jawab diri sendiri. Bagi sebagian orang, hal ini menjadi proses pembelajaran yang tidak mudah. Namun ada juga yang justru sangat menikmatinya.

4. Terkadang Merasa Sepi dan Rindu Keluarga

Tinggal jauh dari rumah dan keluarga sering kali menimbulkan rasa sepi, apalagi bagi mereka yang merantau ke kota besar. Tidak ada lagi makan malam bersama keluarga, bercengkerama atau cerita santai dengan saudara dan orang tua. Rasa rindu kampung halaman bisa muncul kapan saja, terutama saat lelah, sakit, stres, atau hari-hari penting seperti ulang tahun atau lebaran.

5. Harus Bisa Beradaptasi dengan Teman Sekamar atau Tetangga Kos

Banyak kos yang memiliki sistem berbagi kamar, yaitu satu kamar dihuni oleh dua orang penghuni atau setidaknya lingkungan bersama, . Hidup berdampingan dengan orang yang berbeda latar belakang bisa memicu konflik karena adanya perbedaan kebiasaan, terutama soal kebersihan, kebisingan, atau kegiatan sehari-hari lainnya. Pada saat Anda nge-kos, kemampuan berkomunikasi dan toleransi sangat dibutuhkan agar betah dan tetap nyaman hidup di kos .

6. Keamanan dan Kenyamanan Kost

Tantangan lain datang dari faktor eksternal, seperti keamanan lingkungan kos. Tidak semua kos memiliki sistem keamanan yang baik, sehingga rawan terjadi pencurian atau gangguan dari orang luar. Selain itu, fasilitas yang kurang memadai seperti listrik sering padam atau kamar mandi kotor juga bisa mengganggu kenyamanan.

Untuk itu, pastikan Anda mendapat kost yang tepat. Selain tempat yang aman dan nyaman, pastikan juga bahwa uang kos yang Anda bayarkan sesuai dengan fasilitas yang disediakan. Untunglah di zaman sekarang ini makin mudah untuk mencari kos sekaligus mencari tahu fasilitas apa saja yang tersedia. Melalui Kost123 Anda bisa mencari kos sesuai dengan budget dan fasilitas yang Anda Inginkan. 

Website Kost123 tidak hanya menyediakan informasi tentang Kost Jakarta saja melainkan juga di banyak kota lainnya seperti Bandung, Tangerang, Yogyakarta, Surabaya, Blitar dan lain-lain.

Kesimpulan

Hidup sebagai anak kos memang penuh tantangan, tetapi justru dari sinilah seseorang belajar untuk menjadi pribadi yang lebih mandiri, tangguh, dan bertanggung jawab. Semua kesulitan itu bisa menjadi bekal berharga untuk menghadapi dunia nyata. Dengan sikap positif dan kemampuan adaptasi, kehidupan kos bisa menjadi pengalaman yang membentuk karakter dan memperkaya perjalanan hidup.

Untuk mencari kos yang aman dan nyaman, pastikan Anda memilih situs yang tepat. Kunjungi website Kost123 untuk mendapatkan informasi tentang kos yang sesuai dengan budget dan kebutuhan Anda.

Pada bulan Juni kemarin, pas banget dengan liburan sekolah saya pulang kampung. Kebetulan sekali di desa kelahiran saya sedang ada karnaval. Dan seperti desa di Kabupaten Malang pada umumnya, karnaval di desa saya menggunakan sound horeg. Wah jadi pengalaman pertama nonton sound horeg nih. Kebetulan rumah orang tua di tepi jalan raya yang dilewati sound horeg, jadi bisa nonton dari teras rumah.

Sebenarnya desa saya bukanlah desa yang besar, terletak di Malang selatan yang hanya terdiri dari 4 dusun, dan beberapa RW yang terbagi lagi menjadi satuan yang lebih kecil yaitu RT. Saya tidak tahu berapa jumlah RT yang ada, yang jelas peserta karnaval kemarin ada 18 dan hanya 3 yang dari sekolah. 

Menurut kabar yang beredar, di wilayah RT Tempat Bapak dan Ibuk saya tinggal, warganya dipisah menjadi dua golongan yaitu golongan tua dan golongan muda. Untuk golongan tua mendapat bagian memenuhi kebutuhan konsumsi sedangkan golongan muda mendapat bagian karnaval termasuk iuran untuk menyewa sound horeg.

Bapak saya yang termasuk golongan sepuh hanya terkena iuran Rp 100.000 sementara salah satu saudara yang seumuran sama saya, sempat dimintai iuran sebesar satu juta. Tapi karena dirasa terlalu berat, dia hanya membayar separuhnya saja. Untunglah enggak apa-apa katanya.

Selain membayar iuran, saudara saya juga masih harus mengeluarkan uang untuk sewa pakaian dan make up putrinya yang menjadi peserta karnaval. Kalau dihitung-hitung menghabiskan kurang lebih 800 ribu, belum dihitung uang yang buat beli jajanan selama nonton.

Kata dia sih itu belum seberapa, karena ada yang iuran 5 juta bahkan sampai 10 juta hanya demi menyewa sound horeg. Hmmm kalau saya sih uang segitu mending ditabung buat upgrade laptop.

Masih ingat trend truk mini yang lengkap dengan soundnya? Baca di sini ya

Sehari sebelum karnaval, beberapa truk besar lengkap dengan sound lewat di jalan raya depan rumah. Memang seperti itulah tradisinya. Sehari sebelum hari H diadakan kegiatan "check sound". Jadi, sound raksasa yang telah disewa tadi d set-up sekaligus dites pada malam harinya.

Check sound horeg ini ada yang dilakukan terpusat atau jadi satu, biasanya di sebuah lapangan besar. Tapi ada juga yang dilakukan terpisah. Yaitu, "sound horeg" di tes di lokasi yang berbeda sesuai dengan loksi penyewanya.

Tidak hanya suara yang diperdengarkan pada malam "check sound" tapi juga tata lampu atau lighting yang ditempatkan di bagian belakang mobil sound horeg. 

Saya akui, penataan lampu sorot warna-warni memang menarik untuk djadikan tontonan, dan kreativitas mereka patut diacungi jempol, tapi yang enggak kuat itu suara sound horegnya ituloh...

Menurut kabar juga, harga sewa sound horeg itu berbeda-beda. Semakin kuat suara yang dihasilkan dan entah apa lagi parameter lainnya yang membuat masing-masing sound horeg memiliki kelasnya masing-masing.

Beruntung check sound yang di dekat rumah, bukanlah yang mahal jadi suaranya keras tapi enggak sampai menimbulkan dampak lainnya. RT sebelah yang katanya paling mahal juga terdengar suaranya dari rumah. Berhubung saat check sound turun hujan, saya tidak tertarik untuk menontonnya. Padahal sebenarnya penasaran juga gimana suara sound system yang katanya saat itu paling mahal disewa oleh warga.

Memangnya Bagaimana Sih Rasanya Mendengar Sound Horeg yang Betul-betul Horeg?

Jadi begini,

Pada hari H, beberapa peserta sudah melintas. Memang suara soundnya keras sekali, dari kejauhan saja sudah terdengar suaranya. Mungkin ini juga yang jadi pertimbangan mengapa jarak antar pesertanya cukup jauh, biar suaranya tidak saling mengganggu.

Kira-kira jam sebelas malam, tiba-tiba hujan turun dengan derasnya. Beberapa penonton berteduh di teras rumah. Anak-anak saya dan keponakan yang memang kurang begitu tertarik untuk menonton (tapi tetep antusias untuk jajan) malah beranjak tidur. Kata mereka, "Oalah begini ta sound horeg itu, B aja, cuma joget-joget dan suara musiknya keras" Saya jadi ikut-ikutan tidur juga.

Walaupun hujan turun dengan deras, para peserta tetap semangat loh. Mereka tetap melaju menuju ke garis finish sambil berjoget mengikuti irama yang jedag-jedug itu. Padahal ada diantara mereka yang memakai pakaian adat Bali yang seperti kemben, ada yang pakai kebaya pres bodi semua lengkap dengan make up khas karnaval. 

Kalau dipikir, apa nggak kedinginan ya mereka? Menjelang tengah malam hujan-hujanan dengan pakaian seperti itu. Ya mungkin memang dingin, tapi karena semangat dan terus bergerak (joget) jadi rasa dinginnya itu tidak terasa lagi.

KIra-kira jam satu malam saya terbangun, saya lihat pintu rumah masih belum dikunci. Ternyata, Ibuk masih nonton. "Mumpung lewat depan rumah, kalau enggak gini, enggak bakalan nonton" Kata beliau.

Ternyata selama saya tidur, kurang lebih dua jam itu baru satu peserta yang lewat. Mungkin gara-gara hujan, jadi peserta di garis start ditunda dulu keberangkatannya.

Dan gongnya alias sound horeg paling mahal adalah peserta terakhir. Sekitar jam 03.00 dinihari baru lewat depan rumah, yang kebetulan juga menjadi titik kumpul penonton lainnya. Di tempat yang lebih ramai begini peserta karnaval tidak hanya sekedar lewat tapi juga melakukan atraksi. Otomatis truk pengangkut sound horeg juga berhenti disitu. Dan ternyata beginilah rasanya mendengar suara sound horeg yang benar-benar horeg.

Sound yang terakhir ini saat lewat memang membuat dada ikut berdentum, dan pada saat truk berhenti tak jauh dari rumah, yang saya rasakan lebih kompleks lagi.

Awalnya telinga terasa gatal, rasa gatal itu menjalar dari bagian luar telinga  lalu masuk kebagian dalam. Setelah itu menjalar ke tenggorokan, ikut gatal juga seperti mau batuk. Rasanya persis seperti ketika kita membersihkan telinga kemudian batuk-batuk. Bedanya saat ini yang menggelitik telinga adalah suara, bukan cotton bud atau pembersih telinga lainnya.

Semakin lama, tenggorokan semakin gatal, namun saya tahan untuk tidak batuk. Ternyata lama-lama menjalar ke perut, rasanya mual sekali seperti mau muntah. Gak mungkin dong saya h*ek-h*ek di situ, saya tahan-tahan juga sebisa mungkin.

Untunglah pada saat itu saya memakai pashmina, sehingga ujungnya saya pakai untuk menutupi mulut dan sebagian wajah saya agar tak terlihat kalau mual-mual. Mata saya sampai agak berair karena menahan rasa mual dari perut saya yang rasanya seperti diaduk-aduk itu. Pelan-pelan saya pun menjauh, mencari jarak yang lebih aman.

Padahal jarak saya dengan truck sound saat itu 25 meteran, masih cukup jauh. Enggak kebayang bagaimana rasanya menjadi peserta karnaval yang harus mengikuti sound dalam jangka waktu yang lama.

Apalagi peserta karnaval tidak hanya orang dewasa tapi juga anak-anak. Apa enggak bahaya tuh? Telinga aman? Ampun deh rasanya, enggak ada asik-asiknya.

Setelah melihat sendiri, saya jadi tahu ooh, begini toh sound horeg itu. Ternyata saya lebih menyukai karnaval zaman dulu. Semua orang bisa ikut, anak-anak berdandan profesi, para pemuda dengan kreativitasnya, para orang tua dengan dandanannya masing-masing. Ada yang jadi pahlawan seperti Panglima Sudirman, Pangeran Diponegoro ada yang jadi wali songo, jadi petani dan lain sebagainya.

Karnaval zaman dahulu lebih bisa merangkul semua lapisan masyarakat, semua bisa ikut tanpa harus sewa pakaian, tanpa make up yang mahal tapi semua senang.

Zaman sekarang yang ikut ya yang mau "tampil", mau joget lengkap dengan kostum sewaan dan make up yang tebal. Wa;laupun begitu, masih ada yang mengatakan karnaval sound horeg ini masih mengusung budaya karena masih mengenakan pakaian adat. Tapi budaya enggak sekedar pakaian kan?

Lagipula pakaian adat yang dipakai cenderung pakaian yang agak terbuka dan maaf "ketat". Mengusung budaya darimananya itu?

Pokoknya saya lebih suka menonton karnaval zaman dahulu. Kalau ada yang bilang, sound horeg menggerakkan ekonomi masyarakat karena banyak transaksi jual beli dari pedagang dan penonton. Hei...memangnya karnaval zaman dahulu enggak ada yang jualan? Enggak ada yang nonton? Enggak ada yang beli? 

Kalau mau karnavalnya ramai tanpa adu goyang dan seksi, coba deh adu kreativitas. Saya yakin keramaiannya pun enggak akan kalah sama ramainya sound horeg. 

Kalau saya bicara seperti ini di media sosial lain yang lebih terbuka, pasti saya sudah diserang habis-habisan sama penggemar sound horeg. Saya yang males ribut, mending diam.

Saya pilih menulis disini saja, toh saya juga enggak menutup kolom komentar. Kalau enggak setuju silakan berkomentar di kolom yang disediakan.

Kalau Anda, bagaimana? Setuju dengan sound horeg?