Powered by Blogger.

Pages

  • Beranda
  • tentang Retno...
  • Disclosure

lemaripojok

Sudah jadi kebiasaan di keluarga Japar dan Kosim kalau makan pasti pakai lauk kerupuk. Tidak peduli sudah ada daging, ikan atau tahu, kerupuk itu harus selalu tersedia. Apalagi si Japar, dia paling doyan sama kerupuk. Dia bisa menghabiskan empat bungkus kerupuk sekaligus tiap kali makan.
Suatu hari saat Japar mau makan, dia lihat toples kerupuk sudah kosong.
"Kosim, mas minta tolong belikan krupuk lima bungkus, di wak Amin ya..."
"Yo mas" Kata kosim sambil beranjak pergi.
Setiba di warung, Kosim melihat kerupuk yang tinggal dua bungkus. Tiba-tiba Kosim ingat pesan bapaknya untuk saling berbagi.
"Ini mas, krupuknya," kata Kosim sambil menyerahkan sebungkus kerupuk.
"Lho, kok cuma satu? " tanya Japar
"Lha, tadi krupuknya tinggal dua bungkus, aku kasihan sama wak Amin kalau krupuknya habis.. jadi aku cuma beli satu..."
"Oalah Sim...Sim..."
Share
Tweet
Pin
Share
No komentar
Cerpen lama...lupa belum disimpen dimari :p


Wadooo...wadooo....

Kepala itu tiba-tiba tertunduk, rupanya dia terkejut ketika tiba-tiba aku menoleh ke belakang
”Gak enak tau, diliatin seperti itu!” rutukku dalam hati.

Sudah sejak seminggu ini Aldi si kacamata itu sering melihatku diam-diam. Kebetulan tempat duduknya dibelakangku, kalau aku duduk di deret tengah, tempat duduk Aldi di deret sebelah kanan. Jadi ketika berada di dalam kelas dia bisa dengan leluasa melihat tingkah polahku.

“Kring....kring...” Untung bel istirahat berbunyi, aku terbebas dari pandangan si kacamata. Kuselesaikan catatanku yang tinggal beberapa kalimat, saking asyiknya menulis, tak sengaja siku kananku menyenggol kotak pensil hingga terjatuh ke lantai. “Ah biarlah, kuselesaikan dulu catatanku baru nanti kuambil,” pikirku.

Kemudian kudengar suara cowok yang lembut ah bukan, tapi suara cowok yang dilembut-lembutkan. “Ven,...ini kotak pensilmu tadi terjatuh, kamu gak tahu ya?” reflek aku menoleh ke kanan dan....olala sebuah wajah bulat berkacamata dengan mimik yang lugu memandangku lekat-lekat. Sepertinya dia juga hendak mengatakan sesuatu lagi kepadaku tapi suaranya tersangkut di tenggorokan. Kutahan tawaku yang hampir pecah melihat ekspresi lucu di depanku. Dan aku beruntung masih bisa mengatakan “ Terima kasih ya..” Kepala itu mengangguk pelan sambil matanya tak lepas dari wajahku.

“Veni...!!!” suara cempreng Dita mengagetkan Aldi si kacamata yang sedang tertegun memandangiku. Hatiku bersorak, untung ada si cempreng ini, aku jadi terbebas dari tatapan maut Aldi.

“Ada apa Dit?” tanyaku

“Dicari Miko, “

“Miko?”

“Iya...Miko anak kelas sebelah, ditunggu di kantin tuh”

Kulihat sekilas Aldi tampak lesu, dengan berjalan tertunduk dia kembali ke bangkunya.
“Kebetulan aku juga sudah lapar, ayo ke kantin!” ajakku pada Dita.

Sudah lama aku kenal Miko anak kelas sebelah. Anaknya sebenarnya baik,hanya usilnya minta ampun. Pernah dia menghadangku waktu aku berjalan ke kantin, senyumnya tampak lain tapi aku tak ambil pusing. Pernah juga dia berusaha menyembunyikan sepatuku waktu pelajaran agama di masjid. Untunglah Pak Parman, pak kebun sekolah memergokinya. Aku tak bisa menahan tawaku melihat wajahnya waktu dimarahi Pak Parman, matanya yang sipit berkedip-kedip sementara bibirnya hanya bergerak-gerak tak mampu keluarkan suara karena tak diberi kesempatan berbicara oleh Pak Parman.

Sesampai di kantin aku segera memesan soto ayam kesukaanku. Sambil menunggu pesanan aku duduk di kursi di pojokan kantin. “ Mana si Miko, katanya nunggu kita disini” kata Dita. “ Biarlah kalau dia butuh dia pasti juga akan muncul sendiri” kataku

Betul juga, tak lama kemudian Miko muncul, ditangannya ada nampan berisi soto ayam dan teh hangat. “Silahkan tuan peri..ini pesanan tuan peri...!” kata Miko sambil meletakkan nampan itu didepanku.

“Kok tuan peri sih Mik, bukannya tuan putri?” tanya Dita pada Miko. “ Suka-suka aku dong...!” Jawab Miko.

“Kok punya Veni aja yang dibawain...pesananku mana?” Dita berkata sambil matanya melotot ke arah Miko. “ Tu Bu kantin masih tetep disitu, gak kemana-mana..ambil sediri gih sono...” jawab Miko. Bibir Dita langsung maju beberapa senti, sambil menggerutu dia ambil sendiri pesanan makanannya ke bu kantin.

Miko lalu duduk di kursi yang berseberangan dengan kursiku. Kali ini wajahnya tampak serius.

“Veni..setelah makananmu habis, aku minta tolong ya”

“Apa?”

“Tolong temui aku di taman sebelah kantin, please....!”

Melihat wajah seriusnya,aku jadi tidak tega untuk menolak.

“Ok, tapi menunggu Dita selesai makan dulu” jawabku.

“Eitttss...jangan sama Dita, sendiri aja...ya...please...!"

“Hah sendiri? Mau apa sih” tanyaku dengan lugunya. “Ntar tuan peri juga tau” jawab Miko.

“OK deh, tunggu sebentar lagi ya...”

Setelah makananku habis, dan berpamitan pada Dita dengan alasan ke kamar mandi, aku bergegas menemui Miko di taman sebelah kantin.

“Ada apa Mik?” tanyaku. Belum pernah aku melihat wajah Miko seserius ini. “ Ven, mungkin selama ini kamu melihat aku selalu bercanda, tak pernah serius. Tapi percayalah, apa yang akan aku katakan kepadamu ini sangat serius”

“Iya,tapi kamu mau ngomong apa Mik?” Tanyaku lagi. “Begini Ven ,aku kan kenal kamu udah lama, kamu udah tahu aku kayak gimana, aku juga ngerti kamu seperti apa...”

“Terus?”
“Akhir-akhir ini aku jadi gak enak makan, gak bisa konsentrasi belajar, diajak ngomong pun sekarang lebih banyak gak nyambung daripada nyambungnya, aku jadi sering melamun, bahkan kata adikku aku kelihatan sering senyum-senyum sendiri”

“Nah tambah parah tuh...terus ada hubungan apa,sampai aku disuruh kesini?” kupelototkan mataku.

Dengan nada bicara yang masih sama Miko melanjutkan “Ven, kamu tahu kan,aku sering usil sama kamu,sering godain kam...” Kalimat Miko langsung terhenti begitu aku teriak

“Mikoooooo...muter-muter aja dari tadi...kayak odong-odong, intinya apa? Buruan ngomong, sebentar lagi bel masuk nih” kuketuk-ketukkan ujung sepatuku ke lantai tanda tak sabar.

“Ven tahu nggak,kenapa kamu kupanggil tuan peri?
“Nggak tahu!” Jawabku dongkol
“Itu karena kamu seperti peri yang menebarkan kelopak-kelopak bunga yang memenuhi ruang hatiku, karenamu hari-hariku jadi indah, berkat senyummu hariku serasa berwarna...”
“Ah gombal kamu...”
“Tahu nggak kamu siapa nama peri yang suka menebar bunga agar hati tiap insan di dunia ini dipenuhi rasa bahagia?"
“Nggak tahu..Mikoo,”
“Dia cantik, seperti kamu,” Kalimat Miko yang terakhir mau tak mau membuat hatiku berbunga-bunga.
“ Emang nama peri itu siapa, Mik?”
“Namanya...Peri...ngisan...wkwkwkwk.”
“Hasyemmmmm...jadi dari tadi kamu manggil aku cuma buat ngerjain aku doang?”
“Ups...nona cantik, jangan marah...soal peringisan itu Cuma candaanku agar kamu tersenyum, selain itu aku serius,”

“Kriiinggg....Kringgggg” Bel tanda masuk kelas berbunyi
Tiba-tiba Miko meraih tanganku sambil berkata “ Aku serius,aku sayang sama kamu, maukah kamu jadi pacarku?”
Aku kelimpungan, tak mampu berkata-kata “Kutunggu jawabmu 3 hari lagi , disini !” kata Miko sambil melepaskan tanganku.

Aku dan Miko kembali ke kelas kami masing-masing, beruntung Pak Badri guru Bahasa Indonesia belum masuk ke kelasku.

Kutarik tas yang ada di laci meja, tiba-tiba sesuatu terjatuh. Sebuah surat rupanya dengan amplop berwarna biru. Kubuka surat itu dipangkuanku agar tidak ketahuan.

Dear Veni,
Rembulan menggantung di langit
Pendar cahayanya merasuk dalam setiap relung kalbu
Memberi warna disetiap ruang kosong dihatiku
Bagaikan pelangi, indahnya hanya dapat dirasakan
Tak cukup kata untuk melukiskan
Dikaulah pelangi itu,
kristal jiwaku yang membiaskan cahaya dari matamu
Dariku : Aldi

NB: itulah ungkapan hatiku untukmu, maaf aku tak bisa membuat puisi sendiri aku copas puisi ini dari koran, memang penulisnya belum terkenal, artikelnya pun baru beberapa, tapi puisi ini cukup mewakili hatiku untuk nyatakan cinta kepadamu, kutunggu jawabmu tiga hari lagi-salam.

Kututup lembaran surat itu sambil menahan perut yang rasanya mau meledak karena menahan tawa. Beruntung teman-temanku tidak ada yang tahu, mungkin hanya Aldi yang melihatku dari belakang.

Wadoooo....wadooooo...susahnya jadi orang cantik #ups. Ini benar-benar kacau, mimpi apa aku semalam sampai ditembak dua cowok dan menunggu jawaban di hari yang sama. Untungnya mereka minta waktu tiga hari, jadi hari ini aku masih santai. Biarlah kupikir besok saja.

:-) :-)

Share
Tweet
Pin
Share
No komentar
Kuraih tasku dan bergegas menuruni tangga. Kantor sudah sepi karena memang aku yang terakhir pulang. Hanya tersisa Marco si penjaga malam di kantorku. Setelah menyapa dan berpamitan pada Marco, aku pulang melewati rute yang biasa aku lalui. Sengaja kupilih rute itu karena mempersingkat perjalananku pulang. Melewati sebuah gang kecil diantara gedung raksasa.

Hanya lampu temaram dari ujung gang dan cahaya yang menerobos tirai dari dalam gedung yang menerangiku. Udara mulai terasa dingin. Kunaikkan krah mantelku. Rok midi, stocking hitam panjang dan sepatu boot yang tingginya hanya beberapa cm dari ujung rokku telah melindungi kakiku dari dinginnya malam.

"Hai" sapamu tiba-tiba. "Lebih malam dari biasanya, lembur ya?" Ujarmu lagi. Aku hanya menoleh sekilas sambil tersenyum dan mengangguk pelan. Bukannya aku tak sudi melihatmu. Tapi aku tak sanggup melihat sinar matamu yang teduh dan dalam, seakan menghujam jantungku. Aku tak mampu melihat senyumanmu yang membuat hatiku seolah-olah dipenuhi balon warna-warni. Aku tertunduk dan terdiam, menahan jantungku agar tidak berdetak terlalu keras.

Ah, pria ini yang kukenal hanya sekilas. Kami bertemu di kafe di depan kantorku. Aku tak tahu mengapa pertemuan singkat itu mampu membuatku bercerita tentang diriku. Karena matanya, senyumnya atau bau parfumnya yang lembut tapi sangat laki-laki itu. Entahlah apa yang ada pada dirinya begitu memikatku. Hingga disinilah kami saat ini.

Sudah seminggu ini dia selalu menemaniku perjalanan pulangku melewati lorong sempit ini. Membuatku jadi merasa aman dan dalam hati selalu berharap agar lorong ini tak segera berakhir.
 
Lorong itu memaksa kami bejalan berdekatan, hingga aroma parfumnya sampai juga di ujung hidungku. Kuhirup pelan-pelan dan enggan kuhembuskan lagi. Berharap aromanya akan tinggal di hidungku dan menemani malamku yang penuh hayalan akan dirinya. Pelan-pelan kulirik wajahnya, ternyata dia pun sedang melirikku. Sama sama terpergok, kami pun hanya tersenyum malu-malu.

Hiruk pikuk kota masih terdengar, maklumlah kota sebesar ini seakan tak mempunyai malam. Dari kejauhan terdengar sirine mobil polisi, diikuti mobil pemadam kebakaran. Aku berdoa dalam hati, semoga semua akan baik-baik saja.

Sebuah tangan yang kokoh tiba-tiba meraih tanganku. Kulihat sebuah senyuman menghias wajahnya. Sedangkan matanya seolah-olah mencari-cari kedalam relung hatiku. "Ah apa yang kau cari ..." Pikirku. " Tanpa kau minta pun akan kuserahkan hati ini untukmu " ujarku dalam hati.

Tiba-tiba dia menahan langkahku, ditariknya tubuh ini mendekat padanya. Aku berjalan mundur. Celakanya aku malah terdesak ke dinding. Terdiam di tempat, aku tak bisa bergerak lagi. Kami berhadap-hadapan, dekat...sangat dekat.

Saking dekatnya jarak kami, sampai hembusan nafasnya mengenai wajahku. Mata itu kembali membuatku tak berkutik. Tangan kanannya menggenggam kuat tangan kiriku, sedangkan tangan kirinya diletakkan dadanya.


 "Lana...maukah kau..." Ujarnya tertahan. Tangan kirinya cekatan membuka kancing kemejanya yang paling atas. "Apa-apaan ini " pikirku. Sambil berusaha berontak kusapu pandanganku kesekeliling berharap ada orang yang lewat. Aku berteriak namun tenggorokanku tercekat.

Setelah kulihat kancing bajunya yang teratas terbuka, kubuang pandanganku ke samping. Kupejamkan mataku kuat-kuat sambil mulutku terus bergumam melanturkan doa-doa yang sempat ku ingat. Tiba-tiba aku merasa muak padanya, aku benci dan perutku merasa mual mencium aroma parfumnya. Menyesal aku pernah bersimpati, bahkan pernah berharap lebih padanya. Aku benci ... benar-benar benci.

Tiba-tiba genggaman tangannya terlepas dan terdengar sesuatu jatuh di dekat kakiku. Kubuka mataku perlahan .... Tak ada siapa-siapa di depanku.

"Lana ... aku nitip bajuku ya... tolong cucikan sekalian, aku nggak sempat nyuci karena banyak kejadian dan aku harus segera ke TKP.  Maaf ya sudah merepotkanmu"

Seseorang berpakaian serba biru yang ketat, jubah merah dan celana dalam yang dipakai diluar menyapaku dari atas sambil terbang berputar-putar.

"Jadi ... Kamu ..." Kataku terbata-bata.

"Iya ini aku ... aku tinggal dulu ya ... jangan lupa titipanku, itu yang di dekat kakimu ... makasih yaaa ...bye ...." Katanya sambil melesat ke atas.

Tinggal aku yang terbengong-bengong sendirian. Masih tak percaya, kucubit pipiku ... sakit. Kuantukkan kepalaku ke dinding ... benjol. Ah memang ini kenyataan.

Melihat seonggok pakaian di dekat kakiku, aku hanya tersenyum kecut.


Share
Tweet
Pin
Share
No komentar
Lama nggak ngefiksi...kali ini bikin supermi alias cerita super mini...

Telur mata sapi
Oleh : Retno Kusumawardani

Wangi gurih telur bercampur minyak panas merebak ke seluruh ruangan. Sudah ketiga kalinya Asti menggoreng telor mata sapi pagi ini. Bukan untuk dirinya, tapi untuk Joko suaminya. Joko ingin makan telur mata sapi untuk lauk sarapan pagi ini. Gampang-gampang susah kalau berurusan dengan telur mata sapi. Karena yang diminta Joko adalah telur mata sapi yang kuningnya harus di tengah, tidak boleh pecah dan belum matang benar. Jadi kalau dimakan masih ada lumer-lumernya di mulut. Syarat mutlak dari Joko, dia hanya mau makan telur mata sapi yang seperti itu.

Telur yang pertama gagal karena kuningnya pecah, sudah dimakan begitu saja oleh Asti. Yang kedua kuningnya nggak pecah sih, cuma agak melebar sedikit dan terlalu matang. Sudah dimakan pula oleh Asti, kali ini dia cocolkan ke saus sambal. Agak eneg sih, tapi sayang ... daripada gak ada yang makan.

Karena sudah dua kali gagal, Asti berhati-hati sekali dengan yang ketiga ini. Sebelum minyaknya panas benar, dia pecahkan cangkang telurnya perlahan ... dan berhasil. Telur mata sapi yang sempurna. Kuningnya di tengah, tingkat kematangannya pun pas.

Senyum suaminya melebar melihat telur itu. Asti pun ikut tersenyum, puas. Sepotong telur sudah masuk ke mulut suaminya. Tiba-tiba ...
"Mama!, telurnya lupa tidak dikasih garam ya???" Lutut Asti langsung melemas, telur mata sapi yang ketiga itu menari-nari di matanya....
Share
Tweet
Pin
Share
No komentar

Bosan Pada Bosan

Retno Wardani
21 Sep 2013 | 19:12
Bosan itu membosankan

Aku dibosankan oleh kebosanan

Karena bosan mengikutiku sampai aku bosan

Di depan TV,aku bosan melihatnya menari-nari di belakang monitor

Di dapur,aku bosan melihatnya melompat-lompat diantara pisau dan kompor

Sungguh bosan

Apa kau tahu apa itu bosan?

Bosan itu seperti laron yang keluar setelah hujan dan kau menghitungnya

Bosan itu seperti kumpulan ulat bulu di pohon alpukat dan kau menghitungnya

Bosan itu seperti deretan semut dari ruang tamu sampai dapur saat kau lupa menutup toples gula,dan kau menghitungnya

Sudah bosan?

Ayo hitung bosanmu

Satu

Dua

Atau tiga?

Sedikitpun aku tak akan memintanya

*dalamrangkamalamminggutidakkemana-mana*
Dibaca : 146 kali
Share
Tweet
Pin
Share
1 komentar
Japar mesam-mesem dewe karo ndeloki layar hapene. Mak e japar bingung terus nokat." Lapo le kok ngguya ngguyu dewe, engkok kelebon lho". "Kelebon opo lo mak...kelebon upo a, ancene aku yo ewul, durung nakam iki mau" jawabe Japar nyauri emake karo njupuk piring nang rak. Karo rengeng-rengeng Japar njupuk oges sak lawuhe. Atine seneng mergo Sri gelem dijak ketemuan nang Kanjuruhan dino Sabtu ngarep. Nang njero atine Japar wis mbayang-mbayangno bakal utem karo Sri.

Dino Sabtu isuk japar wis adus resik nang belik etan omah. Masio janjiane Sabtu bengi tapi wis persiapan mulai awan. Klambi karo clono disetliko nganti alus, sampek-sampek Tono adike dipendeliki mergo ngutik-utik klambi karo clono iku mau.

Dino Sabtu malem Minggu jam pitu, Japar wis teko nang Kanjuruhan numpak Honda CB kesayangane. Japar wis nawani Sri kate nyusul nang hamure, tapi Sri kadit meleg. Dek e milih ladhub ngonthel karo nawak-nawake. Japar nurut ae, timbangane kadit sido mending ngalahi ae.

Akhire Sri teko, digonceng karo Parmi bareng karo nawak-nawak liyane. Nang mripate Japar, Sri iku areke manis, pinter tapi ora kakehan gaya. Cocok karo selerae Japar. "Wis
Mi, Sri cek ben karo aku. Ngkok ae jam wolu ketemu maneh nang kene yo "jare Japar ngomong nang Parmi, koncone Sri. "Oyi ...sip...rebes Par, lek ngono aku tak mubeng-mubeng sik yo" jare Parmi karo ngeblas ambik sepedah onthele.

Atine Japar kepyar-kepyar mergo cedhek karo Sri. Sawise markir sepedhahe, Japar ngejak Sri mlaku-mlaku.
" Lapo kok ngongkon ayas mrene...onok perlu opo?" Jare Sri.
Japar bingung sing kate ngaiti ngomong. Lambene glagepan, akhire
" Ayo numpak odong-odong..." Jare Japar spontan.
Krungu omongane Japar, Sri mak jegagik " Oalah, ngejak ayas mrene mau mek trimo dijak numpak odong-odong a, lha rumangsane ayas kera TK tah?" Sri usen, lambene mrengut.
Japar bingung," ayo talah, numpak sepedah sing onok lampune iku lo," Jare Japar. "Oalah lek iku duduk odong-odong, mbuh opo jenenge. Lek odong-odong iku sing biasane ditumpaki kera licek terus onok lagune anak-anak qiqiqi" jawabe Sri karo ngguyu ngikik ora sido usen.

Nang ndukure sepedah pancal sing dihiasi lampu, Japar isik meneng ae. Bingung sing kate ngomong. Sakjane Sri yo wis ngerti karepe Japar, tapi dasare Sri kurang penggawean, dadine Sri macak nggoblogi. Sampek seprapat jam Japar sik meneng ae, koyok orong-orong kepidek.
Mergo sewone sepedah mek seprapat jam, arek loro iku mudun, terus kate ngrayab sewone sepedah. Japar ndudut dompete, Sri mbukak tas e. Arek loro udur-uduran podo kate ngrayab, akhire dadi urunan.

Mari ngrayab, arek loro iku terus mlaku-mlaku nang Kanjuruan sisih lor. Nang kono koyok pasar senggol ae, akeh sing dodol sembarang kalir. Mulai panganan, pakean, sampek alat gawe pijet. Sri kepingin tuku Jagung Bakar.
Arek loro ngenteni jagung sing dibakar karo lingguhan nang kloso sing disedhiyani karo sing dodol. Mumpung ganok sing merhatekno, Japar ngomong karo Sri.

"Sri ...sakjane aku ngajak dirimu iki ono kamsude. Aku wis suwe onok roso nang dirimu. Tapi aku ora wani ngomong. Aku wedi lek sampeyan tolak. Saiki takwanek-wanekno ngomong nang sampeyan. Yo opo ... Meleg a umak dadi racapku?" Atine Japar mak plong mari ngomong ngono. Terus dhek e nglirik nang Sri. Didelok Sri ndingkluk karo mesam-mesem. Atine Japar tambah semribit eruh eseme Sri.

"Ha..umak mau ngomong opo?" Jare Sri kalem karo nguwasne Japar. Japar kait sadar lek Sri mau mesam-mesem ora mergo omongane dhek e nang Sri, tapi ... tibake Sri mesam-mesem karo tangane umek nyekeli hape.
"Asssemmmm" Japar misuh nang njero ati. "Wis tak wanek-wanekno ngomong sakmono dowone, lha kok tibake Sri ora nggatekno!" Batine nggrundel.
"Onok opo Par?" Sri mbaleni takon.
"Aa...aku sakja...."
"Monggo mas jagunge, sing setunggal manis gurih setunggale pedes...," moro-moro sing dodol jagung wis mak bedunduk nang ngarepe Japar karo ngelungno kresek isi jagung bakar.
"Assseeeeemmmmmm" batine Japar maneh. "Oalah wurung maneh" Japar mbatin karo rodok getem-getem.
Pas mbayar jagung arek loro iku mau udur-uduran maneh perkoro duwik. Akhire jagung iku mau statuse RDD alias Rayab Dewe-Dewe.

Karo ngenteni Parmi, arek loro ikumau lungguh nang sepedah sing diparkir nang isor wit. Japar wis umak-umik kate ngomong maneh nang Sri. Pas mangap dhekne kroso lek nang cengel e onok sing gremet-gremet. Langsung dicekel karepe kate diilangi. Bareng didelok tibak e lha kok uler. Uler sing metu wulune.

Japar langsung girap-girap keweden. Saking wedine sampek lali lek uler mau isik dicekel ora dibuwak. Sri sing ngerti koyok ngono mau langsung ngguyu kemekelen. Tapi suwe-suwe, mergo mesakno nang Japar, ulere dicuthik karo Sri terus dibuwak.

"Janciik...kok apes temen aku dino iki... paling mak lali gak metri aku" Jare Japar nggremeng dewe. Parmi mek ngguyu krungu gremengane Japar. Parmi ndeloki Japar ae, sing diwasno dadi salah tingkah. Sakjane, lek menurut Sri, Japar iku yo arek e apikan. Gak tau macem-macem. Sekolahe yo sregep ora tau mbolos. Sri yo wis itreng lek Japar wis suwe seneng nang dhek e. Mek Sri sing pura-pura kadit itreng.

Amergo mesakno Japar bolak-balik wurung kate ngungkapno perasaane, akhire Sri sing ngaiti ngomong nang Japar. "Par, asline aku yo ngerti kamsude dirimu ngejak ayas ketemuan nang kene. Ayas wis ngerti lek umak seneng karo ayas"
"Tenane Sri? " jare Japar karo ambekan dowo. Pikirane wis plong saiki. Gak usah angel-angel ngomong, tibake Sri wis ngerti karepe atine.
"Aku yo respek lah nang umak, soale aku yo ngerti umak saben dinone, gak tau ndableg opo maneh kakehan polah koyok arek-arek,"
Irunge Japar langsung mekrok dilem Sri koyok ngono. "Terus keputusanmu yo opo saiki Sri?" Japar penasaran.
"Tapi ... sepurane Par, aku sik durung iso racapan saiki. Aku wis janji nang awakku dewe, gak atene pacaran selama aku sik durung duwe idrekan. Opo maneh awake dewe saiki sik podo halokes". Jare Sri.

Japar mek mringis, dadi kelingan lek mau kate mbayari numpak sepeda hias karo jagung bakar karo duwik sing mau sik disangoni karo mak e.

"Tapi kan iso digawe tambah semangat belajar Sri, tambah semangat lek kate budal sekolah" jare Japar sik usaha.

" Alah...jare sopo pacaran isok gawe nambah semangat belajar, lek aku ndelok mak karo bapak sing kekeselen mulih teko sawah iku iso nambahi semangatku gawe sinau.
Lek sik sekolah pacaran, mek budale thok sing semangat. Ngkok tekan sekolahan bingung ngenteni jam istirahat, mari istirahat mek bingung ngenteni jam mulih, cek iso ndang ketemuan ...," jarene Sri.

Japar muk iso ndlongop ngrungokno ceramahe Sri. Tapi lek dipikir-pikir ancene bener. Japar dadi isin nang awake dewe. Wis gerang dhaplok durung duwe cita-cita.

"Matur nuwun yo Sri...umak wis nyadarno aku,"
"Podo-podo Par...tapi umak lak kadit usen se karo ayas?"
"Ora Sri...mbok sumprit a" jawabe Japar karo ngacungno driji loro.
"Umak lak sik meleg se nawakan karo ayas?
"Tenang ae Sri, aku malah seneng kok"
"Yo wis Pyek sik lek ngono... Lha iko Parmi wis teko ...ayas tak helum sik yo ..."
"Iyo Sri .. Ati-ati nang dalan"

Akhire Japar wurung pacaran karo Sri, tapi Japar yo bersyukur wis disadarno karo Sri. Saiki Japar wis duwe cita-cita. Dhek e kate nyenengno wong tuwone dhisik, gawe bales budine nang wong tuwo, masio wong tuwone gak tau njaluk.


#######################################################

Crito iki tak gawe kanggo ngramekno even artikel bahasa daerah sing diadakno mbak Usi Saba Kota sing infone iso di delok nang nang kene


Share
Tweet
Pin
Share
No komentar
Older Posts

Hi, there...I am







Retno Kusuma Wardani



Sebuah blog yang berisi tentang gaya hidup, Parenting dan Review


Menulis sebagai sarana berbagi dan


Mengasah diri



Email kerjasama : retno.kwardani17@gmail.com





IBX58BD2F062B3FE

Follow Us

  • Facebook
  • Twitter
  • Instagram

Popular Posts

  • Mengubah Askes menjadi BPJS Untuk Pensiunan
  • Cara Membuat Boneka Burung Hantu dari kain Flanel
  • Tentang Mengalahkan Diri Sendiri
  • Macam-macam Istilah yang Digunakan dalam Jual Beli secara Online
  • Tampil Beda dengan Handsock dan Ciput Kesan Langsing dari IndBlack

blog kece lainnya..

  • Artadhitive
    7 Tips Istirahat Berkualitas Bagi Blogger Ala Adhi Hermawan
  • Fiksi Lizz
    [Cerbung] Wings for You #10-1
  • Catatan Kecil Liy
    Sayembara Askar (20)

Label Cloud

review cerita Resep tips travel lomba blog Fiksi parenting beauty tekno kesehatan cemilan profil Puisi tentang anak food and beverage jalan-jalan otomotif finance Curhat Ayam dan ikan Cake Donat dan roti fashion cernak home makan property Cermin Cerpen cookies hotel DIY Sambel Tahu tempe cari tahu humaniora cerkak ngalaman humor

Blog Archive

  • ▼  2021 (12)
    • ▼  February (7)
      • Malaysia Healthcare Travel Council : 5 Alasan Bero...
      • Greenjobs dan Trend Pekerjaan di Masa Depan
      • Pricebook Editorial Choice : Rekomendasi Gadget Te...
      • Begini Caranya Naik Kereta Api Lokal di Masa Pandemi
      • Skill Academy : website Pelatihan Prakerja Terbaik
      • Hadiah dari Hati : Bolu Cinta Siliwangi, dan Rasa ...
      • Manfaat Bermain Ular Tangga untuk Anak
    • ►  January (5)
  • ►  2020 (45)
    • ►  December (4)
    • ►  November (5)
    • ►  October (2)
    • ►  September (3)
    • ►  August (2)
    • ►  July (2)
    • ►  June (3)
    • ►  May (2)
    • ►  April (9)
    • ►  March (2)
    • ►  February (6)
    • ►  January (5)
  • ►  2019 (59)
    • ►  December (1)
    • ►  November (7)
    • ►  October (5)
    • ►  September (4)
    • ►  August (5)
    • ►  July (6)
    • ►  June (1)
    • ►  May (6)
    • ►  April (5)
    • ►  March (10)
    • ►  February (5)
    • ►  January (4)
  • ►  2018 (103)
    • ►  December (7)
    • ►  November (9)
    • ►  October (8)
    • ►  September (11)
    • ►  August (8)
    • ►  July (8)
    • ►  June (6)
    • ►  May (17)
    • ►  April (7)
    • ►  March (10)
    • ►  February (7)
    • ►  January (5)
  • ►  2017 (89)
    • ►  December (3)
    • ►  November (7)
    • ►  October (7)
    • ►  September (7)
    • ►  August (11)
    • ►  July (6)
    • ►  June (11)
    • ►  May (8)
    • ►  April (9)
    • ►  March (7)
    • ►  February (6)
    • ►  January (7)
  • ►  2016 (88)
    • ►  December (6)
    • ►  November (7)
    • ►  October (8)
    • ►  September (8)
    • ►  August (5)
    • ►  July (3)
    • ►  June (5)
    • ►  May (6)
    • ►  April (6)
    • ►  March (12)
    • ►  February (10)
    • ►  January (12)
  • ►  2015 (53)
    • ►  December (1)
    • ►  November (2)
    • ►  October (12)
    • ►  September (6)
    • ►  May (5)
    • ►  April (3)
    • ►  March (10)
    • ►  February (10)
    • ►  January (4)
  • ►  2014 (15)
    • ►  December (6)
    • ►  March (7)
    • ►  January (2)
  • ►  2013 (13)
    • ►  December (8)
    • ►  November (5)

Followers

Member Of




blogger malang citizen


bannermemberfloral

https://www.facebook.com/groups/1949767178581022/

viva

Facebook Twitter Instagram RSS

Created with by ThemeXpose | Distributed By Gooyaabi Templates