humaniora

Para Pemburu Janur

23.18.00



Bali, mendengar nama ini langsung terbayang dengan keindahan alamnya, budayanya, pantainya dan tempat wisata indah yang banyak kita jumpai di pulau yang luasnya kurang lebih 5870 km persegi ini. Jika kita melakukan perjalanan darat, begitu turun dari kapal di Pelabuhan Gilimanuk, kita akan langsung merasakan atmosfer yang berbeda. Dari pemandangannya hingga udara yang kita hirup pun serasa berbeda.

Berlibur ke pulau Bali memang tak ada bosannya. Budaya, masyarakatnya dan tempat wisatanya seolah olah tak ada habisnya untuk di eksplorasi. Kalaupun kita mengunjungi tempat yang sama, selalu ada kerinduan untuk mengunjunginya kembali.

Diantara semua daya tarik pulau Bali ada satu hal yang sering luput dari perhatian masyarakat. Mungkin luput juga dari perhatian anda.

Setiap hari di setiap sudut kota kita akan selalu disuguhi pemandangan warga Bali yang melakukan sembahyang. Dan setiap kali sembahyang mereka menggunakan canang yang salah satu bahan utamanya adalah daun kelapa muda atau janur. Untuk membuat canang ini tak kurang dari 5 hingga 10 helai janur dibutuhkan satu rumah setiap harinya. Canang adalah salah satu bentuk perwujudan rasa terima kasih warga Bali terhadap Sang Hyang Widhi Wasa. Saking pentingnya keberadaan Canang, kita akan menjumpai canang ini di berbagai tempat. Tak hanya di rumah, kita juga akan menjumpai canang di resto hotel dan bangunan lainnya.

Selain dibuat canang, janur juga digunakan untuk membuat penjor. Penjor adalah hiasan yang terbuat dari batang bambu melengkung yang berhiaskan janur dan hiasan lainnya. Penjor ini biasanya kita temui di sepanjang jalan. Penjor ini selalu ada setiap waktu karena memang ada penjor untuk hiasan dan ada penjor untuk acara keagamaan.

Bahkan jika menjelang upacara Galungan, janur tak hanya untuk membuat canang dan penjor, kendaraan yang lalu lalang di sepanjang jalan pun berhiaskan janur. Keberadaan janur tersebut merupakan salah satu bentuk banten atau sesajen yang menunjukkan bahwa kendaraan pun harus didoakan agar selamat selama berkendara. Dan masih banyak lagi kegunaan lain janur di pulau Bali.

Begitulah, janur tak pernah lepas dari kehidupan sehari hari masyarakat Bali. Setiap harinya, menurut salah satu portal berita, Bali membutuhkan kurang lebih 8 ton janur. Jumlah ini akan meningkat jika mendekati hari raya keagamaan seperti Galungan. Dengan jumlah yang sedemikian besar, tentunya pulau Bali tak mampu memenuhi kebutuhan janur untuk masyarakatnya. Oleh karena itu, pulau Jawa menjadi salah satu penyuplai janur ke pulau Bali. Dan dari sinilah lahir para pemburu janur.




Mengapa saya menyebut mereka pemburu janur? Karena selain memanen janur dari pohon mereka sendiri, ada pula yang menawarkan jasa memanjat pohon milik orang lain untuk diambil janurnya. Tentu saja dengan perjanjian terlebih dahulu.

Memetik janur bukanlah pekerjaan yang mudah. Para pemburu janur harus memanjat pohon kelapa yang tinggi. Tidak semua pohon kelapa menjulang ke atas, ada juga yang posisinya miring dan menjorok ke jurang. Sungguh perjuangan yang berat, belum lagi jika musim hujan. Memanjat pohon kelapa lebih berat lagi karena batang pohon yang licin.

Banyak pula pohon kelapa yang berada jauh dari jalan raya, sehingga untuk membawa janurpun harus di pikul. Barulah setelah sampai di jalan baik itu jalan setapak maupun jalan raya, janur janur tersebut dinaikkan ke sepeda motor.

Para pemburu janur ini tersebar hampir di setiap kabupaten di Jawa Timur, termasuk di Kabupaten Malang. Para pemburu janur ini biasanya menyetorkan janur ke para pengepul.

Pengepul janur ini ada yang langsung mengirimkannya ke pulau Bali, tapi ada juga yang disetorkan ke juragan yang di luar Bali, yaitu di kota-kota yang lebih dekat dengan pelabuhan Ketapang, misalnya saja Banyuwangi dan Jember. Mengirimkan janur langsung ke pulau Bali memang mendapat selisih harga lebih tinggi, namun biaya operasional juga lebih tinggi. Apalagi jika musim liburan, sebelum Corona menyerang, harus rela mengantri di pelabuhan untuk masuk ke pulau Bali. Jika memiliki juragan di luar pulau Bali, maka sebaliknya yaitu ada selisih keuntungan, namun biaya operasional juga lebih kecil.

Menjadi pengepul janur tak semudah kelihatannya, karena harus bisa menjaga kualitas janur hingga sampai ke Pulau Bali. Menyimpan janur yang salah dapat membuat janur berubah warna yang dapat mengakibatkan harga turun atau bahkan tidak laku sama sekali di Bali. Kalau sudah gini jangankan untung, modal pun tak kembali.


Pengepul juga harus bisa menjaga kepercayaan pemburu janur agar tetap setor. Selain itu pengepul juga harus konsisten memberikan janur yang berkualitas pada juragan. Kualitas tidak hanya bergantung pada kesegaran janur namun juga ukuran dan usia janur. Karena ada juga pemburu janur yang nakal dengan menyelipkan janur yang sudah agak tua.

Selain itu pengepul juga harus pintar pintar mengatur para pemburu janur yang terbiasa setor agar menyetorkan janur sesuai jumlah permintaan dari juragan. Dengan demikian jumlah janur yang dikirim ke juragan jumlahnya pas dengan permintaan.

Memetik janur juga tak bisa dilakukan sembarangan. Karena pohon kelapa yang janurnya di petik buahnya tidak maksimal. Biasanya para petani hanya menyisihkan sebagian dari pohon kelapa miliknya khusus untuk diambil janurnya. Dan pohon yang lainnya tidak diambil janurnya agar panen buahnya maksimal. Oleh karena itu di desa saya meskipun banyak pemburu janur tapi buah kelapa masih tetap menjadi salah satu komoditas utama. 

Justru dengan banyaknya permintaan janur, melahirkan sumber pendapatan baru bagi para pemburu janur yang jumlahnya tidak sedikit ini. Satu pengepul bisa merangkul lebih dari seratus pemburu janur. 

Seiring perkembangan zaman, pada waktu terakhir ke Bali saya juga menemui pedagang yang menjual janur imitasi yang terbuat dari plastik. Janur imitasi ini sudah terbentuk sedemikian rupa sehingga tidak perlu merangkainya lagi.


Namun demikian, jika saya amati di sepanjang jalan, janur yang asli lebih banyak dipakai bila dibandingkan yang imitasi. Memang keindahan dari alami itu tak tergantikan. Semoga demikian seterusnya, karena memang penggunaan plastik lebih praktis, namun perlu dipikirkan pula efek jangka panjangnya.

Dengan penggunaan plastik maka akan semakin banyak sampah anorganik yang dihasilkan. Mungkin bukan masalah besar jika masyarakat kita terbiasa memilah sampah sehingga bisa di daur ulang. Namun kenyataannya, pemilahan sampah masih menjadi PR besar di masyarakat kita. Banyak sampah plastik yang berakhir di sungai, pinggir jalan dan tempat lainnya yang tidak memungkinkan untuk di daur ulang.

Coba bandingkan dengan janur yang termasuk bahan organik yang lebih ramah lingkungan. Masa penguraiannya hanya hitungan minggu atau bulan. Sedangkan plastic akan terurai 10 tahun hingga 1000 tahun tergantung dari jenis plastiknya. Kalaupun sudah terurai, limbah mikro plastiknya juga akan mengganggu penyerapan air ke dalam tanah dan mengganggu kesuburan. Oleh karena itu limbah plastik di tanah bisa menimbulkan masalah selamanya.

Melihat penjor di sepanjang jalan dan canang di setiap sudut Bali, tak hanya membuat kita bahagia, juga ada sudut hati yang tersentuh bahwa setiap mahluk itu punya cara sendiri untuk memuji dan bersyukur kepada Tuhannya. Itulah Indonesia kita yang memiliki berbagai ragam budaya.

Semoga semua keindahan itu tetap berjalan sealami mungkin, bambu berhiaskan janur tetap melengkung di setiap sisi jalan. Canang dengan alas janur tetap menghiasi sudut kota dan bangunan. Boleh zaman berubah namun budaya harus tetap terjaga. Modernisasi bukan berarti mengganti yang alami dan tradisional dengan yang keluaran pabrik, namun menjaga yang alami agar tetap lestari sehingga anak cucu kita pun bisa menikmatinya. Dengan melestarikan budaya artinya ikut menjaga lingkungan.



Semoga pandemic segera berlalu, karena saya pun ingin menghirup kembali udara Bali yang khas, bersama keluarga. Menikmati keindahan alamnya, budayanya dan kulinernya. Membuat cerita bersama anak anak agar menjadi kenangan manis yang akan diingatnya sampai dewasa kelak.

Dan semoga pulau Bali kita, Balinya Indonesia tetap setia pada semua kekhasan dan keunikannya, agar anak cucu kita tahu bahwa Indonesia memiliki ragam budaya yang indah dan tidak ditemui dimanapun. Dengan demikian janur akan tetap menjadi penyambung hidup para pemburu janur. 

Perbedaan budaya dan agama tidaklah menjadi jurang pemisah namun dapat menyatukan dengan adanya rasa saling membutuhkan.

sumber :
https://www.liputan6.com/news/read/13057/janur-komoditi-potensial-untuk-bali
https://www.hipwee.com/feature/12-jenis-sampah-dan-waktu-yang-dibutuhkan-untuk-terurai-bahkan-kita-produksi-tiap-hari/
https://etnis.id/arti-dari-janur-kuning-pada-masyarakat-bali/

You Might Also Like

14 comments

  1. Bali tidak pernah lepas dari kebudayaan hindu yang indah dan luar biasa di mata saya, meski islam kalau melihat pura ramai dan banyak bunga serta hiasan lainnya terpesona

    BalasHapus
  2. Jadi inget jaman dulu klo menjelang ramadhan atau ada tetangga nikahan, lihat orang menghias pake janur, cakep, eh sekarang udah gede, ornamennya ganti lebih banyak pake bunga plastik yang simpel. Sampe sekarang aku kalo suruh ngelipet janur juga gak bisa ora ketang ming gawe keris opo pecut kak, lha opo meneh ketupat hihihi

    BalasHapus
  3. Budaya di bali memang sangat kental, tapi ga nyangka juga sehari butuh sampe 8 ton janur😳

    BalasHapus
  4. Karena janur digunakan untuk sembayang yang dilakukan setiap hari, maka janur pun dipakai setiap hari ya, Mbak. makanya kebutuhan janur sangat banyak setiap hari. berbeda dengan daerah lain yang menggunakan janur untuk slongsongan ketupat atau jadi penjor saat nikahan.
    Tapi ini bagus, karena membuka peluang kerja, dan berbagi rezeki.

    BalasHapus
  5. Salut dengan pilihan bijak untuk pakai janur sebagai pengemas makanan, Mbak. Memang janur lebih cepat diurai, di tempatku juga masih dipakai waktu lebaran ketupat. Nikmat juga sih pakai kemasan berbahan alam kayak daun pisang atau janur begini.

    BalasHapus
  6. Wow begitu khas sekali ya budaya Bali dengan adanya janur

    BalasHapus
  7. Janur jadi kebutuhan pokok masyarakat Bali ya.. Kalo untuk kebutuhan bikin ketupat di tempatku lebih banyak yang pakai daun siwalan..

    BalasHapus
  8. Ternyata janur di bali itu dibelinya dari pulau jawa ya...
    Iya, semoga pandemi segera selesai... Soalnya wisata bali yang paling terkena imbasnya...

    BalasHapus
  9. Karena perjuangan untuk mengumpulkan janur gak mudah, maka wajar aja bila Janur yang asli memang lebih menawan

    BalasHapus
  10. Janur ini unik cantik, setiap bentuk warna jenis bunga semuanya punya arti dan filosofi masing-masing. Kagum sekaligus bangga banget Bali ada di Indonesia.

    BalasHapus
  11. Iya ya, selama ini nggak kepikiran dengan banyaknya janur janur di Pulau Bali. Saya jadi tahu bahwa di Puluu Jawa pun ada para pemburu janur yang meyuplai kebutuhan harian di Pulau Bali.

    BalasHapus
  12. Wiwin | pratiwanggini.net19 Agustus 2021 pukul 21.37

    Sepertinya Bali bakalan kelihatan aneh kalo tidak ada penjor disana-sini. Menurut saya salah satu ciri khasnya Bali adalah hiasan-hiasan dengan janur itu. Ya.. semoga akan tetap lestari.

    BalasHapus
  13. Dulu di kampung saya, saat nikahan pasti banyak hiasan dari janur ini. Tapi sekarang udah gak ada. Memang mengambil daun janur gak sembarangan karena harus memilih daun yang berkualitas.

    BalasHapus
  14. Di Banyuwangi banyak pengepul janur kak, sering juga ngeliat mereka mengirim janur menggunakan pick up ke Bali. Ahhhhh jadi rindu Bali deh hehhe

    BalasHapus