kesehatan

Kusta di Masa Pandemi dan upaya Pencegahan serta Pengendaliannya

22.05.00


Samar samar dalam ingatan saya terlintas memori pada saat SD dahulu. Saat itu saya melihat sesorang dengan kondisi tangan yang tidak normal. Bapak yang waktu itu sebagai Google saya menjelaskan bahwa orang yang bersangkutan terkena penyakit kusta.

Kata Bapak, penyakit itu menular, namun jangan khawatir beliaunya sudah sembuh jadi tidak mungkin menularkan dan hanya bekas sakitnya saja yang terlihat. Pada saat SD dulu kurang lebih ada tiga orang yang saya ketahui menderita penyakit kusta, namun semuanya sudah sembuh. Setelah itu saya tidak pernah mendengar lagi ada penyakit kusta di daerah saya. Saya pun berpikir kalau penyakit tersebut sudah punah.

Setelah mengikuti Webinar yang diadakan KBR melalui live youtube , barulah saya tahu kalau di Indonesia penyakit kusta itu masih ada. Bahkan Indonesia menduduki peringkat ketiga penderita Kusta setelah India dan Brasil.

Dalam webinar yang dipandu kak Ines Nirmala ini hadir selaku pembicara yaitu Bapak Komarudin, S.Sos., M.Kes wakil Supervisor Kusta Kab Bone, Sulawesi Selatan dan Bapak Rohmat Budianto selaku Direktur Eksekutif The Jawapost Institut of Prootonomi JPIP, Lembaga nirlaba Jawa Post yang bergerak di bidang otonomi daerah.


Sebenarnya Indonesia sudah menargetkan kusta lenyap dari bumi Indonesia pada tahun 2020 lalu. Tapi ternyata masih ditemukan para penderita baru walaupun jumlahnya menurun. Setelah 10 tahun sebelumnya temuan penderita baru angkanya stagnan, pada tahun 2020 ini turun cukup signifikan.

Kusta atau biasa disebut dengan lepra adalah penyakit yang disebabkan oleh Infeksi Mycobacterium leprae. Penyakit ini dapat menular melalui uap air di udara baik itu batuk maupun bersin dan juga melalui kontak kulit yang lama dengan penderitanya. Kusta menyerang orang yang daya tahan tubuhnya sangat lemah.

Gejala kusta dapat berupa bercak bercak warna terang atau kemerahan di kulit diikuti dengan berkurangnya kemampuan merasa atau menjadi mati rasa, dan lemas pada tangan dan kaki. Apabila tidak segera diobati, kusta dapat mengakibatkan rusaknya saraf tepi, kulit dan saluran pernafasan bagian atas. Sehingga menimbulkan kecacatan.

Menurut Bapak Komarudin, selama masa pandemi ini kampanye pencegahan kusta sempat terhambat namun demikian upaya untuk pemberantasan kusta masih terus berjalan.

Selain adanya larangan untuk pengumpulan masa selama pandemi, adanya revisi anggaran juga menjadi salah satu penyebab terhambatnya pemberantasan Kusta di Bone, Sulawesi Selatan

Pandemi juga mengakibatkan pemberantasan penyakit selain Covid 19 sedikit terhambat, karena sebagian besar sumberdaya dikerahkan untuk mengatasi pandemi sesegera mungkin.

Dalam pelaksanaannya upaya deteksi dini terhadap kusta masih terus berjalan. Karena ada kekhawatiran tersendiri, bila dihentikan angka penderitanya akan bertambah.

Langkah yang dilakukan untuk penemuan kasus kusta yang baru dengan metode Intensive Cases Finding. Metode ini melibatkan para kader diantaranya bidan desa, dengan melakukan pendataan terhadap masyarakat yang mengalami bercak pada kulit.

Setelah ditemukan warga yang memiliki bercak kemudian dilakukan pemeriksaan lebih lanjut baik di rumah warga tersebut atau di rumah kepala desa.

Intensive Cases Finding sendiri adalah salah satu upaya untuk meningkatkan penemuan penderita kusta secara dini. Karena semakin cepat ditemukan, maka pengobatannya juga semakin cepat. Sehingga kusta tidak sampai merusak jaringan syaraf tepi yang dapat menimbulkan kecacatan.

Dalam mendeteksi penderita kusta dimulai dengan pendataan adanya kelainan kulit seperti penyakit kulit pada umumnya, baru setelah dilakukan pemeriksaan ditentukan diagnosanya apakah itu penyakit kulit biasa atau kusta.

Jika memang benar menderita kusta, maka penemuan dini ini dapat meminimalisir kontak penderita dengan anggota keluarga lain maupun masyarakat, sehingga penyebarannya dapat segera di cegah.

Agar tidak terjadi kecacatan pada penderita kusta, ada beberapa hal yang perlu diperiksa yaitu, telapak tangan, mata dan kaki. Jika mengalami mati rasa maka harus melakukan pemeriksaan lebih lanjut. Pengobatan yang dilakukan secara rutin dapat mempercepat proses penyembuhan kusta.

Setelah melakukan Intensive Case Finding di Kab Bone diperoleh data prevalensi kusta rata rata 1,7 per 10.000 penduduk. Angka ini menurun dari 2,5/10.000 penduduk. Penurunan angka ini disebabkan karena adanya pembatasan aktifitas secara massal sehingga tidak semua program dapat berjalan yang mengakibatkan penemuan kasus jadi berkurang.

Beberapa program pemberantasan kusta di Kabupaten Bone di masa pandemi ini adalah :
  • Pemberian obat pencegahan kusta yaitu kemoprofilaksis
  • Pemeriksaan kontak penderita kusta
  • Pelaksanaan k
    egiatan pemeriksaan anak sekolah
  • Kampanye eliminasi kusta di desa desa
  • Pelaksanaan ICF dengan melibatkan kader di desa desa.
Selain tenaga medis, pendataan penderita baru kusta juga melibatkan kader. Para kader ini tugasnya mendata kelainan kulit yang diderita oleh warga, juga melakukan penyuluhan ke desa desa dan sekolah.

Solusi pemerintah Kabupaten Bone untuk mengatasi kendala dalam pemberantasan kusta adalah
1. Mematuhi protokol kesehatan agar upaya pencegahan berjalan maksimal
2. Semangat dan kebersamaan dengan mengedepankan keselamatan bekerja dan ketepatan dalam bertindak
3. Pemeriksaan saraf para penderita kusta agar tidak mengalami kecacatan.

Kabupaten Bone Sulawesi Selatan tidak hanya melakukan pencegahan namun juga memberdayakan Orang Yang Pernah Menderita Kusta (OYPMK) agar bisa kembali berpartisipasi aktif di masyarakat. Beberapa kegiatan yang dilakukan adalah memberi ketrampilan mendaur ulang barang bekas menjadi barang yang bisa di jual kembali. Selain itu beberapa dari mereka juga dilatih untuk menjadi penyuluh yang memberikan testimoni kepada masyarakat bahwa penyakit kusta dapat disembuhkan dan potensi penularannya kecil.
Testimonial ini dilakukan agar masyarakat umum dapat menerima penderita kusta dilingkungannya dan tidak mengucilkan mereka.

Dalam pemaparannya, Bapak Rohman Budianto menyatakan bahwa di Jawa Pos, isu inklusifitas bukanlah isu yang baru. Karena sebelum undang undang ketenaga kerjaan yang menetapkan bahwa 1% pegawai perusahaan harus difabel, Jawa Pos sudah menerapkan terlebih dahulu.

Di Jawa Pos yang menjadi perhatian utama dalam menerima tenaga kerja adalah kualifikasinya. Bahkan beberapa pegawai diketahui merupakan seorang difabel setelah diterima bekerja. Karena memang syarat tersebut tidak ada dalam form pendaftaran pegawai.

Jawa Pos sendiri tidak menutup kemungkinan bagi Orang Yang Pernah Menderita Kusta untuk menjadi pegawai di Jawa Pos dengan syarat telah melakukan proses pengobatan dan dinyatakan sembuh.

Karena walaupun dinyatakan sebagai penyakit menular, namun daya penularannya sangat rendah. Dan penderita yang melakukan pengobatan rutin selama 6 hingga 12 bulan tidak dapat menularkan kepada orang lain. Jadi jikalau kita menjumpai penderita kusta di lingkungan kita, alangkah lebih baiknya kita tetap merangkul dan tidak mengucilkannya.

Harapan kita semua, semoga pemberantasan penyakit kusta atau lepra ini segera tuntas, sehingga tidak ditemukan lagi penderita baru di negara kita tercinta ini.
Sebagai bagian dari masyarakat kita semua hendaknya memberikan perhatian dan dukungan kepada Orang Yang Pernah Menderita Kusta agar mereka tetap semangat menatap masa depan dengan bahagia.

You Might Also Like

1 comments

  1. Miris banget ya, seolah kusta ini kurang mendapat perhatian di Indonesia. Semoga aja kusta bisa segera ditangani dengan lebih serius lagi ya, biar Indonesia bisa bebas kusta.

    BalasHapus